Best Web Hosting
Jangan lupa berikan komentarmu, di sini yah!

Makasih udah mau berkunjung

Mari berbagi cerita dan pengalaman kamu via e-mail ke
l3tn0313.awanangin@blogger.com. Klik Peraturan Cerpen Awan Angin

Mau bergabung dengan kami? Klik "JOIN" di bawah ini!

26 Okt 2013

Najmianty Najamuddin Ukas (Profil Of Life)


Namaku Najmianty atau bisa disapa dengan Suha. Aku seorang gadis yang dilahirkan di desa Paleleh, di salah satu kabupaten di Sulawesi Tengah, Indonesia. Tepatnya tanggal 06 November 1998. Aku terlahir dari keluarga yang sederhana. Ayahku bernama Najamuddin Ukas dan ibuku bernama Hartini Panggato. Aku juga punya dua orang kakak yang bernama Eche dan Vivi. Aku menjalani hari-hariku dengan penuh canda dan tawa. Dalam hatiku berkata, "aku begitu beruntung terlahir dari keluarga ini karena keharmonisannya yang selalu terjaga", namun kebahagiaanku itu tak berlangsung lama, karena ayah yang kucinta mengidap penyakit limpa dan penyakitnya itu tidak mampu ditangani oleh dokter di daerahku, maupun tingkat provinsi. Hingga
ayah pun meninggal dunia.
Saat itu aku benar-benar terpukul, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku tidak tahu harus bagaimana menjalani kehidupanku tanpa sosok seorang ayah.

Aku duduk termenung, fikiranku terbang entah terbang jauh kemana, dan tiba-tiba pikiranku terarah pada satu sosok. Sosok yang sangat kuat, sosok yang berwujud malaikat yang dapat aku lihat. Dan sosok itu adalah ibuku. Ibu yang menjadi tulang punggung keluarga sejak sepeninggalan ayah. Ibu yang selalu berperan menjadi dua orang sekaligus. Ya! Seorang ayah dan seorang ibu.
Pada masa itu kakakku (Eche) masih duduk di bangku kelas 3 MTS dan kakakku yang lain (Vivi) yang telah bekerja. Eche adalah seorang pelajar dan juga berprofesi sebagai penari daerah kabupaten yang sangat berbakat. Dia juga seorang wanita yang mempunyai paras yang cantik. Maka tidak heran jika banyak pria yang mengagumi dirinya.

Tiga tahun pun berlalu. Kala itu aku berusia 11 tahun dan telah duduk di kelas 5 Sekolah Dasar. Ibu pun akhirnya mendapatkan pengganti ayah yang tidak lain adalah pamanku sendiri. Meskipun aku tidak semudah itu menerima paman itu sebagai ayah baruku. Namun seiring waktu, akhirnya aku juga berpikir bahwa Ibuku juga tidak mungkin selamanya sendirian menghadapi kehidupannya yang sangat berat. Diapun harus mendapatkan pendamping hidupnya demi masa tuanya nanti. Dan sedikit demi sedikit pun aku dapat menerimanya sebagai pengganti ayahku. Walau tidak bisa dipungkiri, di hatiku ini masih utuh tertulis nama "Najamuddin".

Setelah ibu menikah lagi, kami pun tinggal di rumah ayah baruku itu bersama ibu, Eche dan dua orang kakak lain. Waktu itu Vivi tidak tinggal lagi bersama kami, dia lebih memilih untuk tinggal bersama bosnya.
Tinggal di rumah baru dan keluarga yang baru tentunya dengan suasana yang baru pula. Rasanya begitu sangat berbeda, namun aku coba tuk menjalani semua itu, walau sebenarnya sangatlah berat.

Ketika aku menginjak usia 13 tahun, tepatnya saat itu aku baru saja lulus dari sekolah dasar. Orang tua ku memutuskan untuk pergi mengadu nasib ke sebuah kota bernama Sorong, tepatnya Ibukota Papua Barat, Indonesia. Sebenarnya berat untuk mengikuti keputusan orang tuaku itu, namun aku pun tidak dapat berbuat banyak.

Dua minggu pun akhirnya berlalu. Kami sekeluarga sudah berada di Sorong. Kami tinggal di sebuah rumah milik paman yang ukurannya tidak terlalu besar. Hatiku merasa tidak tenang saat itu. Karena aku masih belum tahu di sekolah mana aku harus melanjutkan pendidikanku. Aku bermaksud untuk menanyakan hal itu pada ibu, namun belum sempat aku menanyakannya, tiba-tiba saja ibu mengatakan bahwa dengan sangat terpaksa aku harus menunda melanjutkan sekolah hingga tahun depan. Ibu beralasan bahwa sesi pendaftaran siswi tingkat SMP sudah ditutup. Betapa sakitnya hatiku saat mendengar berita tersebut. Aku tidak bisa menahan air mataku lagi. Pikiranku benar-benar kacau. "bagaimana caranya agar aku bisa melangsungkan hidupku jika sekolahku hanya sampai kelas 6 SD saja?" Namun aku mencoba untuk selalu menggambarkan senyum di sudut bibirku, walau sebenernya hati ini sedang hancur berkeping-keping.

Hari-hari yang aku lewati di kota Sorong, terasa sangat tidak berarti. Karena hal yang dapat aku kerjakan hanya duduk dan duduk. Kadang ada rasa iri yang hinggap di dalam hatiku ketika melihat teman sebayaku berangkat sekolah dengan menggunakan seragam rapih dan terlihat sangat gagah.
Empat bulanpun berlalu begitu saja. Tiba-tiba seorang ibu menawarkan pada diriku untuk menjadi pengasuh anaknya yang masih berusia 2 tahun. Tanpa pikir panjang, akupun menyetujuinya. Mulai hari itu juga, aku telah menjadi baby sitter. Kadang aku merasa tidak percaya bahwa di usiaku yang masih sangat remaja ini, aku sudah bekerja layaknya orang dewasa. Namun aku tetap menjalani semua itu. Toh daripada aku hanya menghabiskan waktu dengan duduk-duduk saja. Lebih baik aku bekerja saja agar dapat mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhanku dan tidak hanya bergantung pada pendapatan orang tuaku.
Semenjak aku menjadi baby sitter, aku tidak lagi tinggal di rumah bersama orang tuaku, melainkan tinggal bersama ibu yang aku asuh anaknya itu. Mereka mengajakku tinggal bersamanya karena suaminya yang bekerja di luar kota.
Melewati hari-hari dengan profesi sebagai baby sitter ternyata tidaklah mudah. Hari-hariku begitu menyebalkan karena harus mengasuh anak yang begitu nakal dan cerewet. Sempat ingin aku berhenti saja dari pekerjaan ini, namun ibu anak itu tidak pernah rela dan mengijinkan aku tuk berhenti dari pekerjaan ini. Aku yang saat itu masih terlalu polos pun membatalkan niatku, dan kembali menjadi pengasuh anaknya.

Setelah beberapa bulan berlalu, aku masih setia dengan pekerjaanku  itu. Namun tiba-tiba saja aku teringat dengan kakek dan nenekku yang sudah sakit-sakitan di kampung. Mungkin saja ini bisa menjadi satu alasan agar aku dapat pulang ke kampung halaman ku dan berhenti dari pekerjaan ini.
Aku pun bermaksud untuk menyampaikan niatku itu kepada ibuku, dan aku benar-benar tidak percaya, ternyata ibuku menyetujui niatku itu. Betapa bahagianya aku saat itu. Sungguh kebahagiaan yang tidk pernah aku rasakan sebelumnya. Dengan waktu yang tidak berlangsung lama, akhirnya aku dan ibuku sudah berada di kampung halamanku. Tapi tidak dengan ayah dan Eche. Mereka memilih untuk tetap berada di Sorong karena mereka sedang bekerja.





based on a true story of life
by Najmiantye Najamuddin Ukas
click on link to see on fb profile

3 komentar:

  1. Tmen2 yg baca, kasih kommentnya yaaah..
    bagus gak sih??

    BalasHapus
  2. thnks for koment nya ya, Mbak Isty.
    join yuk, berbagi puisi atau profil pribadi!

    BalasHapus

Untuk setiap komentar dan posting yang dimasukkan ke http://cerpen-awanangin.blogspot.com/, Harap untuk tidak menggunakan kata2 kasar yang menyangkut SARA dan pornografi.

host gator coupons