Best Web Hosting
Jangan lupa berikan komentarmu, di sini yah!

Makasih udah mau berkunjung

Mari berbagi cerita dan pengalaman kamu via e-mail ke
l3tn0313.awanangin@blogger.com. Klik Peraturan Cerpen Awan Angin

Mau bergabung dengan kami? Klik "JOIN" di bawah ini!

21 Feb 2012

My Profile (1) - Beginning of The Story

My Profile (1) - Beginning of The Story

Pada tahun 1985, di pulau Kalimantan, Balikpapan. Mamaku "Iin" (begitulah orang-orang memanggilnya) bertemu dengan seseorang yang bernama A Shi Law Putra (nama jelasnya aku kurang yakin). Lalu sebuah jalinan cinta pun berkembang menjadi pernikahan yang harmonis. Meski status mama-ku saat itu adalah seorang janda dengan 1 orang putra, tapi papa tetap sangat mencintainya. Hingga akhirnya mereka dikaruniai seorang putra yang kemudian di panggil A-Hong (aku tidak tahu nama lengkapnya).
Law? Chinese? Memang papa adalah seorang keturunan China yang
bahkan logat-nya masih kental dengan bahasa China-Hokkian. Dan sejak menikah, nama mama-pun di ganti menjadi A Ing Law.
Tahun 1989, Januari tanggal 13. Sore itu aku dilahirkan di dalam rumah, di ruang makan. Yang saat itu hanya ada mama dan mang Didi (adiknya mama) yang baru pulang dari bermain bola di lapangan dekat rumah. Dengan bantuan yang seadanya dari Bidan di daerah sekitar, aku pun lahir dengan selamat.
Kehidupan rumah tangga mama menjadi semakin romantis. Hingga suatu masalah mulai datang (hingga saat ini mama tidak pernah cerita apa masalah itu) dan memutuskan ikatan pernikahan mereka. Alhasil, kakak kandungku, "A hong", diambil hak asuhnya oleh keluarga papa. Sementara aku sendiri dikirim ke Makassar dan dirawat oleh nenek yang sudah menetap sejak lama di kota Daeng itu.
Beberapa bulan kemudian, nenek dan kakek tiriku mengubah namaku yang semula Ti-tia Law Putra menjadi Aditia Trisna Putra. Serangkai nama yang diambil dari Aditia = Aditya (matahari = bahasa sangsekerta), Trisna = Sutrisno (nama tengah kakekku) yang artinya cinta (bahasa Jawa), dan Putra (nama awal yang papa berikan.
Suatu saat nanti, kami kan tertawa bersama
Meski telah menikah, menetap dan beristirahat di kota Makassar, nenekku adalah seorang keturuan Jawa asli yang bernama Ida Leda Laole. Seorang mantan 'Sinden' yang sangat populer pada jamannya. Menikah dan mempunyai 2 orang anak dari kakek kandungku yang berdarah Makassar-Jeneponto murni yang bernama Bora Daeng Beta.
Beta! Itu adalah panggilan yang semua orang, mulai dari kerabat, tetangga, keluarga, istri, anak-anak dan cucu-cucu memanggilnya. 2 orang anaknya dari nenek kandungku adalah Yusuf (putra sulung) dan mamaku.
Beberapa tahun setelah mama dilahirkan, amma' (nama panggilan untuk nenekku) dan Beta bercerai. Dan kembali menikah dengan seorang atasan militer dari kakek kandungku.
Tri Sutrisno Wahid. Seorang komandan ABRI (Angkatan Bersenjata Indonesia - sekarang TNI). Yang hingga akhir hayatnya menyandang gelar "Mayor Purnawirawan" dilengkapi dengan se-deret lencana penghargaan perang.
Setelah itu, mereka-pun hidup dengan damai dan bahagia (meskipun setiap hari selalu bertengkar, tapi aku tahu bahwa sebenarnya mereka saling menyayangi lebih dari apapun). Hingga akhirnya mereka-pun dikaruniai sebuah keluarga besar dengan 6 orang anak. Yaitu (ummi) Wati, (ai = tante) Lilis Suryani, (ai) Neneng/Ita Priningsih, (mang = paman) Didi/Redi Heriadi, (mang) Dedi Suryono dan (ai) Ewi/Dewi Anggraini.
Di tempat itu, di jalan Tanjung Bira nomor 13, kota Makassar. Aku tinggal dan dibesarkan bersama amma' dan papi (panggilan untuk kakek tiriku) beserta 6 orang anaknya.
Meskipun tidak bersama dengan mama, tapi kurasa Amma' adalah suatu anugrah yang sangat luar biasa bagiku.
Mandi sehabis bermain kecebong
Pernah suatu kali. Saat aku sudah waktunya pulang dari 'playgroup' tapi aku tidak langsung pulang, melainkan singgah di kanal (saluran pembuangan air di tepi jalan yang agak lebar) untuk bermain ikan dan kecebong.
Tukang becak yang dibayar untuk mengantar dan menjemputku dari sekolah, aku suruh saja pulang hanya dengan membawa tas ransel beruang dan sepatu sekolahku saja. Waktu itu sekitar pukul 11 pagi, kebetulan saat itu amma' sedang membersihkan dapur seusai memasak.
Mungkin karena terlalu menghayati apa yang sedang dilakukannya, amma' hanya menegur tukang becak yang baru saja datang itu. Amma' mengira tukang itu adalah aku. Lantas amma' langsung berteriak dari dapur dan menyuruhnya makan. Tak lupa juga amma' mengingatkan untuk menyisakan lauk untuk saudaraku yang lain.
Dengan santai, si tukang itu pun langsung makan dengan lahapnya. Tak lupa pula, sesendok nasi ia tambahkan di atas piring.
Alangkah terkejutnya amma' saat yang dilihatnya sedang duduk di kursi meja makan adalah seorang tukang becak. Tengah menikmati masakan spesialnya. Bukannya cucu kesayangannya. Padahal ikan goreng itu-pun ikan satu-satunya, hasil me-ngutang di penjual ikan pula. Yang disimpankan khusus untuk cucunya seorang. Yang bahkan papi, suaminya sendiripun tidak boleh menyentuh ikan itu, walau hanya secuil.
Oh my God. Emosi amma' memuncak. Dengan cepatnya, amma' meraih sapu yang berada di belakang pintu. lalu mengusir tukang becak yang tengah asik menyantap ikan spesial itu. Untung saja tukang becak itu sigap melarikan diri. Karena hampir saja amma' melemparkan sapu itu padanya. Dengan berteriak, amma' menyuruhnya segera membawaku pulang. Tidak peduli meskipun tukang becak itu sudah menjelaskan bahwa aku berada di mana dan sedang apa.
Ya ampun. Itu adalah suatu salah satu kejadian yang sangat berkesan bagiku. Karena amma' begitu khawatir padaku. Meskipun jarak antara kanal dan rumahku hanya 2 blok. Setiap menit dia selalu bertanya pada setiap orang yang berada di rumah, apa aku sudah dijemput oleh tukang becak itu atau belum.
Setiap hari ia bertanya padaku, apa aku dimarahi guru atau tidak. Dan betapa bahagianya dia ketika kubacakan puisi pertama yang kubuat untuknya. Saat itu kulihat air matanya menetes. Hanya saja saat itu aku tidak mengerti apa yang dia rasakan.Namun kini baru kusadari, betapa berharganya air mata amma' itu. Ingin rasanya kutukar dengan apapun yang kumiliki saat ini. Tuk rasakan kembali hangat senyumannya, atau lembut kulit tangan keriputnya saat menyisir rambutku sambil berbisik lembut. Mengingatkanku untuk bersekolah dengan baik. Dia begitu menyayangiku lebih dari apapun yang pernah kurasakan sampai saat ini.
I Love You, amma'. Nenekku yang luar biasa. 
Tri Sutrisno Wahid dan Ida Leda Laole

"Biarkan semangatmu selalu hidup bersama nafasku."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk setiap komentar dan posting yang dimasukkan ke http://cerpen-awanangin.blogspot.com/, Harap untuk tidak menggunakan kata2 kasar yang menyangkut SARA dan pornografi.

host gator coupons